
KENANGAN
Hari Sumpah Pemuda yang ke-84 sudah dirayakan minggu lalu, 28 Oktober 2012. Namun karena terkagum-kagum dengan peran pemuda pada waktu itu, dirayakan sekali lagi dengan caranya sendiri. Bukankah Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan.
"Sekalian mengenang hari pahlawan bukan? Sebagaimana kata Bung Karno, dalam pidatonya, pada hari pahlawan, 10 November 1961: "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya." Hebat bukan?" kata Jaki. "Ya, saya ingin sekali jadi pahlawan. Bagaimana ya caranya? Supaya bisa dihargai oleh bangsa yang besar? Aku bisa buat apa ya supaya jadi pahlawan?"
***
"Tanya dulu siapa ya yang membuat rumusan konsep Sumpah Pemuda 1928?"
"Moehammad Yamin. Rumusan itu ditulis pada secarik kertas. Menurut catatan sejarah, rumusan itu diserahkan kepada Soegondo, pada saat Mr. Sunario lagi berpidato."
"Ada catatannya. M. Yamin bilang, saya mempunyai suatu rumusan yang lebih elegan untuk Keputusan Kongres ini. Catatan M. Yamin itu diparaf satu per satu oleh peserta kongres. Sumpah Pemuda dibacakan Soegondo dan dijelaskan secara detail oleh M. Yamin. Hebat bukan? Pada waktu satu sudah lahir pikiran cemerlang dan visioner tentang bangsa satu, tanah air satu, bahasa satu. Indonesia," Benza menjelaskan lebih jauh.
"Rumusan aslinya aku hafal luar kepala," sambung Rara. "Pertama, kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoewa, kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
"Hebat ya, kumpul sekali langsung jadi," kata Jaki dan Rara bersamaan.
"Bukan begitu! Proses perjuangan panjang. Semuanya dimulai sejak tahun 1920-an. Tidak gampang mempersatukan organisasi pemuda waktu itu. Namun dalam susah payah, jadi juga pertemuan 20 Februari 1927. Pada 3 Mei 1928 ada pertemuan lagi, lalu dilanjutkan lagi 12 Agustus 1928. Keputusannya diadakan kongres, maka jadilah Kongres 27 - 28 Oktober 1928. Yang terkenal dan dicatat sejarah lengkap. Ada Sugondo Djojopuspito dari PPPI, ada R.M. Joko Marsaid dari Jong Java, ada Muhammad Yamin dari Jong Soematranen Bond, Amir Sjarifudin dari Jong Bataks Bond), ada Johannes Leimena dari Jong Ambon, dan masih banyak lagi".
"Di mana tempat Kongres Pemuda waktu itu?"
"Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein, sekarang Lapangan Banteng. Rapat kedua, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106.
***
"Hebat ya, mereka omong apa saja ya waktu itu?"
"Yang aku ingat M. Yamin sampaikan faktor-faktor yang memperkuat persatuan Indonesia sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan lain-lain. Kita mesti baca dan hayati lagi catatan sejarah untuk menemukan kembali roh kongres Pemuda waktu itu. Rumusan Sumpah Pemuda ketika itu disebut Sumpah Setia."
"Hebat ya! Pemuda-pemuda kita waktu itu. Bagaimana ya supaya bisa menjadi seperti mereka?" Tanya Jaki dengan penuh harap. "Jadi pahlawan yang dikagumi."
"Mesti ada penjajahan dulu. Orang asing datang menjajah, kita menderita, terus kita berjuang membebaskan diri dari penjajahan. Jadilah kita pahlawan, tercatat sejarah, dikenang bangsa. Aduh, bangga sekali ya," kata Rara. Menurut pemahaman Rara, harus ada yang tertindas, kemudian ada yang membebaskan yang tertindas dan selanjutnya jadi pahlawan. Rupanya dirinya mencoba bandingkan dengan perjuangan para pemuda sejak tahun 1920-an bersama perjuangan rakyat yang ratusan tahun tertindas kekuasaan kolonial. Kondisi yang mendorong dan meyakinkan para pemuda pada saat itu membulatkan tekad mengangkat martabat hidup bangsa.
***
"Jadi harus ada yang tertindas dulu. Bagaimana kalau kita buat kerusuhan, rusuh, lalu datanglah kita berdua jadi pahlawan? Misalnya tawuran, bakar-bakaran, perkelahian antarkampung, atau apakah namanya. Pokoknya apa saja, rusuh politik, rusuh sarah, dan rusuh pelajar... Kita datang duluan dan jadi pahlawan!"
"Kalau begitu, sekarang kita pergi buat rusuh, dimana idealnya ya?"
"Heh! Mau buat apa? Mau buat rusuh. Lempar batu sembunyi tangan, terus muncul jadi dewa penolong, dan jadi pahlawan ya? Hebat sekali," Nona Mia datang tanpa senyum.
"Kami ingin jadi pahlawan seperti para pemuda yang memproklamirkan sumpah setia para pemuda yang jadinya Sumpah Pemuda itu. Jadi kalau kamu mau jadi M. Yamin atau Yohanes Leimena bukan begitu caranya. Dulu para pemuda berjuang membebaskan bangsa dan tanah air dari penjajahan bangsa asing. Sekarang kita berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa sendiri," kata Nona Mia.
***
"Ya! Penjajah bangsa sendiri itu antara lain kamu berdua! Orang-orang yang mau buat rusuh, tawuran, perkelahian, pembakaran, dan lain-lain. Kamu mau jajah bangsamu sendiri? Terus setelah itu mau mengaku jadi pahlawan ya?" Sergah Nona Mia.
"Betul teman, kamu berdua keliru berpikir. Kalian berdua ini cocoknya jadi politikus karbitan. Tiba-tiba jadi politikus dan gunakan segala cara untuk mencapai tujuan."
"Cita-cita kami sederhana saja. Kami ingin dikenang sebagai pahlawan," kata Jaki membela diri. "Sebagai orang muda, kami tentu punya cita-cita."
"Bung Karno pernah katakan begini -"Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia"
"Aku bersumpah, aku ingin guncang dunia," Rara dan jaki meloncat saat bicara.
"Guncang dulu dirimu sendiri, untuk mengerti bahwa tidak ada pahlawan yang dilahirkan melalui rekayasa..." (*)